Tuesday, November 13, 2012

EMOSI VS LOGIKA

Sebagai manusia, Emosi dan Logika selalu mengiringi tiap langkah kita. Setiap saat, setiap kejadian dalam kehidupan kita, kedua hal tersebut selalu menjadi perhatian kita.

Memang kedua hal tersebut adalah pasangan yang paling sejati dalam otak kita, dan kedua hal tersebut  lebih sering bertentangan dari pada beriringan. 

Demikian juga halnya pada dunia kerja, Emosi dan Logika ini sangat kita butuhkan untuk pencapaian target pekerjaan yang ingin kita raih. Misalnya saja kita disuruh mencari pembeli suatu produk yang harganya sangatlah mahal, tentunya kita harus menemui orang yang benar-benar pantas untuk membeli produk tersebut bukan? Kita tidak bisa sembarangan saja menawarkan barang tersebut kepada semua orang yang kita temui hanya untuk memenuhi target "tatap muka" untuk penjualan. Kapan bisa jualannya? Kalo dalam pikiran kita hanya untuk memenuhi target "tatap muka' tentunya kita hanya menggunakan emosi kita. Namun bila kita menggunakan logika kita, tentunya kita benar-benar memilih orang yang pantas untuk membeli produk yang kita jualkan tersebut. 

Didalam kehidupan sehari-hari, penggunaan emosi dan logika ini sangat mempengaruhi senang atau susahnya kita dalam menjalaninya. Bila kita terlalu sering menggunakan emosi kita, tentunya pikiran kita akan lebih sering galau dan kebingungan. Namun bila logika kita yang lebih dominan, maka galau dan bingung itu bisa jauh. Misalnya aja, pacar kita tidak bisa dihubungi melalui telpon, bbm ndak di replay, dan masih banyak lagilah kendala. Sementara sang pacar permisi ke kita untuk melaksanakan tugas diluar kota, apakah kita akan selalu emosi dengan menuduh dia melakukan hal-hal yang tidak pantas, atau kita menggunakan logika kita dengan memaklumi kesibukannya. Nah disini jelas sekali emosi dan logika dapat juga mempengaruhi hubungan antara manusia, terlebih hubungan keluarga. 

Atau mungkin kita sudah dijadwal untuk wawancara kenaikan jabatan minggu yang lalu, pada saat siang nanti, 1 jam menjelang jadwal, tiba-tiba kita mendengar bahwa orang tua kita masuk ruang ICU karena penyakit. Manakah yang kita gunakan? Kita ikutkan emosi kita untuk meninggalkan jadwal kenaikan jabatan yang sudah terjadwal dari minggu yang lalu, atau kita lebih menggunakan logika kita dengan lebih tenang menunggu jadwal wawancara, kemudian setelah selesai wawancara kita langsung menjenguk orang tua yang sedang di ruang ICU, karena wawancara ini adalah wawancara untuk penentu masa depan kita?

Namun bukan berarti kita selamanya harus menggunakan logika dan merasa bahwa emosi itu dapat kita abaikan, karena terlalu lama kita memendam emosi kita, juga pasti akan membawa penyakit bagi tubuh kita. Yang sangat diharapkan adalah kita benar-benar dapat untuk menyeimbangkan antara emosi dan logika tersebut, agar kita bisa dapat lebih nyaman dalam menjalani kehidupan kita.

2 comments:

  1. sebenarnya emosi bukan dipendam sih mas, tapi bagaimana caranya emosi dikelola supaya menjadi tindakan dan mood yang baik :)
    bukunya Goleman bagus mas untuk dibaca terkait emosi :)

    ReplyDelete
  2. kadang emosi malah mengalahkan logika... emosi bisa membuat semuanya diluar kendali..

    ReplyDelete